Al-Qur'an
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia  bebas
| Artikel ini adalah bagian dari seri Islam | 
|---|
| Rasul | 
| Nabi Muhammad SAW . | 
| Kitab Suci | 
| Al-Qur'an . | 
| Rukun Islam | 
| 1. Syahadat · 2. Salat · 3.  Puasa 4. Zakat · 5. Haji | 
| Rukun Iman | 
| Iman kepada : 1. Allah 2. Malaikat · 3. Al-Qur'an ·4. Nabi 5. Hari Akhir · 6. Qada & Qadar | 
| Tokoh Islam | 
| Muhammad SAW Nabi & Rasul · Sahabat Ahlul Bait | 
| Kota Suci | 
| Mekkah · & · Madinah | 
| Kota suci lainnya | 
| Yerusalem · Najaf · Karbala Kufah · Kazimain Mashhad ·Istanbul · Ghadir Khum | 
| Hari Raya | 
| Idul Fitri · & · Idul Adha | 
| Hari besar lainnya | 
| Isra dan Mi'raj  · Maulid  Nabi Asyura | 
| Arsitektur | 
| Masjid ·Menara ·Mihrab Ka'bah · Arsitektur Islam | 
| Jabatan Fungsional | 
| Khalifah ·Ulama ·Muadzin Imam·Mullah·Ayatullah · Mufti | 
| Hukum Islam | 
| Al-Qur'an  ·Hadist Sunnah · Fiqih · Fatwa Syariat · Ijtihad | 
| Manhaj | 
| Salafush Shalih | 
| Mazhab | 
| 1. Sunni : Hanafi ·Hambali Maliki ·Syafi'i | 
| 2. Syi'ah : Dua Belas Imam Ismailiyah·Zaidiyah | 
| 3. Lain-lain : Ibadi · Khawarij Murji'ah·Mu'taziliyah | 
| Lihat Pula | 
| Portal Islam | 
| Indeks mengenai Islam | 
Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab:  القرآن) adalah kitab  suci agama Islam. Umat Islam  percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang  diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu  pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang  terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5[1].
[sunting] Etimologi
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab  yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata  Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a  yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai  pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
- “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)
[sunting] Terminologi
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat  yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta  diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk  ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai  berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan  kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul,  dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada  mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya  merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim,  firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak  dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang  diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap  sebagai ibadah, seperti Hadits  Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
[sunting] Jaminan Tentang Kemurnian Al-Quran dan Bukti-Buktinya
Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat  yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri dan pada  kenyataannya kita bisa melihat bahwa satu-satunya kitab suci yang mudah  dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.
[sunting] Nama-nama lain Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama  lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut  adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
- Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
- Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
- Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
- Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat): QS(10:57)
- Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
- Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
- Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
- Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
- At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
- Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
- Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
- Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
- Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
- Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
- An-Nur (cahaya): QS(4:174)
- Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
- Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
- Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
[sunting] Struktur dan pembagian Al-Qur'an
[sunting] Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah  (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat  terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek  hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr.  Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut  ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.
[sunting] Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi  atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah)  dan Madaniyah  (surat Madinah).  Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat  tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah  digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat  Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek,  menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan  kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya  panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan  seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah).  Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,  sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.[rujukan?]
[sunting] Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian  dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini  untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30  hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an  menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu  minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan  pembagian subyek bahasan tertentu.
[sunting] Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam  Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
- As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
- Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
- Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
- Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
[sunting] Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah  dengan secara adil, objektif dan tidak memihak[2].  Dengan demikian tradisi sains Islam  sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim  mampu membuat sistematika penulisan sejarah  yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.
[sunting] Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara  berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama  membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan  periode Madinah.  Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah  SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang  dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang  turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
[sunting] Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai  sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks  yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah  Utsman bin Affan.
[sunting] Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa  orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap  menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan  yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun  lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.  Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan  ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.
[sunting] Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
[sunting] Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam  perang yang dikenal dengan nama perang Ridda)  yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah  yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa  sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar  untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di  antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas  tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun  secara rapi dalam satu mushaf,  hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf  tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar  sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya  yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
[sunting] Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan  Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek  (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini  menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk  membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah)  yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut,  yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang  digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh  mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk  dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya  laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam  penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi  Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
| “ | Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'." | ” | 
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al  Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman  telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman  mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada  padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang  Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman  bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan  memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga  orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al  Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan  lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf,  yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah  ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
[sunting] Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah  menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam,  mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha  tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk  menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab.  Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan  Al-Qur'an itu sendiri.
[sunting] Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal  teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih  jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti  sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh  dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi;  kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi  (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
- Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
- An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
- Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris antara lain:
- The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
- The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan  oleh:
- Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
- Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
- Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
- Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
- Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
- Al-Amin (bahasa Sunda)
[sunting] Tafsir
Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya  Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi  jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah  wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam  ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang  digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga  perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat  tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis  bahkan corak ilmiah.
[sunting] Adab Terhadap Al-Qur'an
Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap  seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama  mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak  boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua  mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak  ada dalil yang menguatkannya.[3]
[sunting] Pendapat pertama
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan  untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan  interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
- Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur  penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa  penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk  penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan  hukum  pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini  dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang  menerapkan hukuman mati.
[sunting] Pendapat kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah  di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul  Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78)  kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini  adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain  sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh  Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh  menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats  besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian  maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak  ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni  dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya  Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka  yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai  faa’il (subyek).
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang  dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an  kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis  sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”[5]
[sunting] Hubungan dengan kitab-kitab lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada  nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil,  lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya  terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang  tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an  dengan kitab-kitab tersebut:
- Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
- Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
- Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
- Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.
[sunting] Referensi
- ^ Al-A'zami, M.M., (2005), Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terj.), Jakarta: Gema Insani Press, ISBN 979-561-937-3.
- ^ Rahman, A., (2007), Ensiklopediana Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah dalam Al-Quran, (terj.), Bandung: Penerbit Mizania, ISBN 979-8394-43-7
- ^ www.almanhaj.or.id Hukum Menyentuh Atau Memegang Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid Dan Nifas (diakses pada 8 Juli 2010)
- ^ Shahih riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm. Dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Mu’jam Kabir dan Mu’jam Ausath dan lain-lain. Dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain. Dan dari jalan Utsman bin Abil Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jam Kabir dan lain-lain. Irwaa-ul Ghalil no. 122 oleh Syaikhul Imam Al-Albani. Beliau telah mentakhrij hadits di atas dan menyatakannya shahih.
- ^ Shahih riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau), lalu beliau bersabda, “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?” Jawabku, “Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)”. Maka beliau bersabda, “Subhanallah! Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” (Dalam riwayat yang lain beliau bersabda, “Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis”).
[sunting] Daftar kepustakaan
- Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
- Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo. Tiga Serangkai.
- Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.
- Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
- Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang. Lubuk Raya.
- ------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.
- Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
- al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra. (terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.
- al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo.
- Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
- al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera Antar Nusa.
- al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
- ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan) (terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif.
- ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki Putra
- Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
- -----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.
- Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung. Pustaka Setia.




 Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Artikel utama untuk bagian ini adalah: 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar