Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Prasejarah
Secara geologi, wilayah Indonesia  modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara)  merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi  Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk  pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, hanya 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan,  masuklah pemukim pertama. Bukti pertama yang menunjukkan penghuni  pertama adalah fosil-fosil Homo  erectus manusia Jawa dari masa 2 juta hingga 500.000  tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)[1]  di Liang  Bua, Flores,  membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir.[2]
Homo sapiens pertama diperkirakan  masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari  Asia Barat, dan pada sekitar 50.000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau  Papua dan Australia.[3]  Mereka, yang berciri rasial berkulit gelap dan berambut ikal rapat (Negroid), menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia  (termasuk Papua)  sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000  SM dari Cina Selatan melalui Formosa  dan Filipina  membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian  dari pendudukan  Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak  penduduk awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk  setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku  serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa  serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok tanam padi di sawah (bukti  paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak  kerbau,  pengolahan perunggu  dan besi,  teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme)  serta benda-benda keramat (dinamisme).  Pada abad pertama SM sudah terbentuk pemukiman-pemukiman serta  kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh  kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.
[sunting] Era pra kolonial
[sunting] Sejarah awal
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara  atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa  di pulau Jawa  dan Sumatra sekitar 200 SM.  Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai  dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara  menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan.  Pada tahun 425  agama Buddha  telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa  memasuki masa Renaisans, Nusantara  telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua  kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit  di Jawa,  ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling  terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
[sunting] Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat  kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara  yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad  ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya  berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching  mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak  kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa  Barat dan Semenanjung Melayu.  Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa  Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah  Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian  besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.  Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam  kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita  Ramayana.
[sunting] Kerajaan Islam
Islam  sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad  ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia  pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai  dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti  Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani  Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang  pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di  pesisir pantai Sumatera. Islam pun  memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak  pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang  bernama Srindravarman  mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari  Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan  Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah  keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di  dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya  terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian,  pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12  mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya  telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah  yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin  Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada  saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun  kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal  dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi  ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam  terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,  sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak  didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain  adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini  tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam  kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui  pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad  ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang  tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur,  rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam  diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17,  dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di  kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar  Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah  atau mubaligh  merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia,  maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini  bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam  kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang  ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena  umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama  baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera  Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan  diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, Kerajaan  Iha, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
[sunting] Era kolonial
[sunting] Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang  juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat  kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan  dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris  dan Belanda.
Dari Sungai Tagus yang bermuara  ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis  mengarungi Samudra Atlantik, mungkin makan waktu sebulan hingga tiga  bulan, melewati Tanjung  Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan  ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara  emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut  negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar  melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos  Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada  tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu  didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah  maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi  koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India  1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di  Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan  sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan  di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan  ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku  Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship  (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya  ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin  dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni feitoria,  fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan,  dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama  Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da  India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi  Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan  tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600  tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu  Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa.  Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de  Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
[sunting] Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan  maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute  maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang,  terutama lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada  tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap  dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal.  Pada hari yang sama dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian  Sunda-Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan  Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian  ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng di Sunda  Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu  dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat  asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di  Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,  armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga  tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah  meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih  dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor  dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara  Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada  tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah  pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan  Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan  penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di  pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli,  begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan  dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis  menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.  Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon  14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada  tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di  Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama. Persahabatan Portugis  dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah  selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari  Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda  untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil  memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven  van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula  benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak  saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.  Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada  tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di  Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional  VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama  hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir  pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang  Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian  tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah  perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi utara diserahkan dalam  kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian  dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial  Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada  dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir portugis dari  ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur  (sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad  ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan  bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtmen pada tahun 1596, untuk  mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
[sunting] Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan  Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
[sunting] Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque  menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka  yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan  persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah  pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda Kelapa, dan Cirebon.  Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan dan ia kemudian  mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)
[sunting] Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal  karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat  Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis  di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
[sunting] Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511.  Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate  merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya dalam memperoleh  keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat  Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat  Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dapat kembali melakukan  perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat diperdaya oleh Portugis  hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya  dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis diusir yang  kemudian bermukim di Pulau Timor.
[sunting] Kolonisasi Spanyol
Fernando  Magelhans (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh  inilah, yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan  membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi  datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol  bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris  dan Belanda.
Dari Spanyol  ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis  mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung  Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan  ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara  emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut  negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar  melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria,  dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk  Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar  menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai  Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf,  yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk  perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan  ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el  paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara  itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada  tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim  salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama  daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama  kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai  sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten  serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah  mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang  cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin  pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian  penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil  dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut  menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki  besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar  anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah  air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak  lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara  tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami  korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya  dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal  yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di  tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat  tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal  21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata  terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya,  mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat  Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio  dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali  ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di  antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati  selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di  sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka  menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak banyak penduduk lokal dan  penguasa mereka pada agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi  kebinasaannya. Ia menjadi terlibat dalam pertikaian antarsuku dan,  dengan hanya 60 pria, menyerang sekitar 1.500 penduduk pribumi, dengan  keyakinan bahwa senapan busur, senapan kuno, dan Allah akan menjamin  kemenangannya. Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens  berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka membunuh  cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa hari  kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka,  dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Karena sekarang jumlah awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin  untuk berlayar dengan tiga kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción  dan berlayar dengan dua kapal yang masih tinggal ke tujuan terakhir  mereka, Kepulauan Rempah. Kemudian, setelah mengisi muatan dengan  rempah-rempah, kedua kapal itu berpisah. Akan tetapi, awak kapal  Trinidad ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián  de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu,  mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung  Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan  strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada  tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18  pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun  demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang  berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi  pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria  seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan  setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali,  hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada  awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali,  Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa  Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak  sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada  perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan  Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam  pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville,  Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat,  yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel  Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de  Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya  dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS  Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau  Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari  pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara  melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk  pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang  kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras,  damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena  kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang  berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu  di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang  memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia  oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi  daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat  pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan  gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan  dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan  berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat  pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan  Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan  niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak  memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan  pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563  dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di  Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan  Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh  pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol  dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang  menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke  Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo.  Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di  Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia  ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari  Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang  Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora  Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en  hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan  Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan  besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore  lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui  Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para  budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu  bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang  dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah  ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai  Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad  ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah  itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman.  Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para  pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan  tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
[sunting] Perjuangan Minahasa Melawan Spanyol
Ratu Oki berkisar di tahun 1644 sampai 1683. Waktu itu, terjadi  perang yang hebat antara anak suku Tombatu (juga biasa disebut Toundanow  atau Tonsawang) dengan para orang-orang Spanyol. Perang itu dipicu oleh  ketidaksenangan anak suku Tombatu terhadap orang-orang Spanyol yang  ingin menguasai perdagangan terutama terhadap komoditi beras, yang kala  itu merupakan hasil bumi andalan warga Kali. Di samping itu kemarahan  juga diakibatkan oleh kejahatan orang-orang Spanyol terhadap warga  setempat, terutama kepada para perempuannya. Perang itu telah  mengakibatkan tewasnya 40 tentara Spanyol di Kali dan Batu (lokasi Batu  Lesung sekarang – red). Naasnya, di pihak anak suku Tombatu, telah  mengakibatkan tewasnya Panglima Monde bersama 9 orang tentaranya.  Panglima Monde tidak lain adalah suaminya Ratu Oki. Menurut yang  dikisahkan dalam makalah itu, Panglima Monde tewas setelah mati-matian  membela istrinya, Ratu Oki.Menurut P.A. Gosal, dkk., dalam masa  kekuasaan Ratu Oki, anak suku Toundanow (sebutan lain untuk anak suku  Tombatu atau Tonsawang) yang mendiami sekitar danau Bulilin hidup  sejahtera, aman dan tenteram. “Atas kebijaksanaan dan kearifannya  memimpin anak suku Toudanow maka Ratu Oki disahkan juga sebagai Tonaas  atau Balian. Selama kepemimpinnan Ratu Oki, Spanyol dan Belanda tidak  pernah menguasai atau menjajah anak Toundanow,”
Perang Minahasa lawan Spanyol
Para pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur  dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa,  sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.
Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol.  dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja  Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat  Minaesa, dikejar hingga dipantai tapi
Tahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda  Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat  Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh  Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September  tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan  Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari  Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah,  Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.
Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih  otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi  dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga  raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.
[sunting] Tahun 1521 Spanyol Mulai Masuk perairan Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan  kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan  Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam  dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah  beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada  Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi  di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika  melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan  cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari  Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi  yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit  sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki  benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol  dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong  Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol  ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di  daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah  ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol  berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, "  atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di  Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri  Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah  taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure  dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong  pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa  ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan  kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim  sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara  seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada  Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan  perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang  mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang  dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa  Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal  dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan.  Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat  onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori  serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan  "Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut  ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain  sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri  Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema  oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado  menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu  Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma  memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada  abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian  pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai  kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan  alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun  Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan  diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi  kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru  diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur  dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi  dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur  sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu  bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu  di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi  proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja  adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan  wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk.  Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin  Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai  koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir  pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera  Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik.  Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan  menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir  dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di  perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui  jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian  tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat  lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian  tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan  gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan  ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu  lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de  Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk  melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan  rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara  disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni  Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak  menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan  kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya  karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan  wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah,  Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang  juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis  hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh  di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin  hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliler asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian  Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan  pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol  bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol.  Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya  diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya  pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan  terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol  menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe  (goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk  persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu  masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi  kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliler Spanyol, yakni budaya  Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh  Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan  daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan  ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan  "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur  mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup  turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda  dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk  setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan  memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan  harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan  mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617  dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol  terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras,  sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada  tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol,  sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
[sunting] Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara
Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil  mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami  adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak  abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab  jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke  Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang  yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur  hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi  persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung  Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur  melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat  laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal.  Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina  Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara  yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi  secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran  semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia  yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu  pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha  penduduk pedalaman Minahasa.
[sunting] Garis waktu kolonialisasi
[sunting] Kolonialisasi Spanyol
- 1521 Spanyol memulai petualangannya di Sulawesi Utara - 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
- 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
- 1646 Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
 
[sunting] Kolonialisasi Portugis
- 1509 Portugis tiba pertama kali di Melaka.
- 1511 April, Admiral Portugis Alfonso de Albuquerque memutuskan  berlayar dari Goa ke Melaka. - 10 Agustus, Pasukan Albuquerque menguasai Melaka.
- Sultan Melaka melarikan diri ke Riau.
- Portugis di Melaka menghancurkan armada Jawa. Kapal mereka karam dengan seluruh hartanya dalam perjalanan kembali ke Goa.
- Patih Unus menaklukkan Jepara
- Desember, Albuquerque mengirim tiga kapal di bawah Antonio de Abreu dari Melaka untuk menjelajah ke arah Timur.
 
- 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali,  Lombok, Aru dan Banda. - Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore. Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
 
- 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka,  tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta  menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah  benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta). - Portugis menghubungi Raja Udara, anak dari Girindrawardhana dan penguasa bekas kerajaan Majapahit
- Portugis membangun pabrik-pabrik di Ternate dan Bacan.
- Udara menyerang Demak dengan bantuan dari Raja Klungkung dari Bali. Pasukan Majapahit dipukul mundur, tapi Sunan Ngudung tewas dalam pertempuran. Banyak pendukung Majapahit melarikan diri ke Bali.
 
- 1514 - Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh, dan menjadi Sultan Aceh pertama.
 
- 1515 - Portugis pertama kali tiba di Timor.
 
- 1518 - Sultan Mahmud dari Melaka mengambil alih kekuasaan di Johore.
- Raden Patah meninggal dunia; Patih Unus menjadi Sultan Demak.
 
- 1520 - Aceh mulai menguasai pantai timur laut Sumatra.
- Rakyat Bali menyerang Lombok.
- Para pedagang Portugis mulai mengunjungi Flores dan Solor.
- Banjar di Kalimantan menjadi Islam.
 
- 1521 - Unus memimpin armada dari Demak dan Cirebon melawan orang-orang Portugis di Melaka. Unus terbunuh dalam pertempuran. Trenggono menjadi Sultan Demak.
- Portugis merebut Pasai di Sumatra;
- Gunungjati (dari Cirebon) meninggalkan Pasai berangkat ke Mekkah.
- Kapal terakhir dari ekspedisi Magelhaenz mengeliling dunia berlayar antarapulau Lembata dan Pantar di Nusa Tenggara.
 
- 1522 - Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
- Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
- Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
- Sisa-sisa ekspedisi Magelhaenz berkeliling dunia mengunjungi Timor.
- Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
 
- 1523 - Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
 
- 1524 - Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan pihak Cirebon dan Demak.
- Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatra utara.
 
- 1525 - Hasanuddin (dari Banten}, anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
 
- 1526 - Portugis membangun benteng pertama di Timor.
 
- 1527 - Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
- Demark merebut Tuban.
- Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahilah mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis, "Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan Gunungjati dari Cirebon.) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan Kerajaan Sunda batal terwujud.
- Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
- Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
 
- 1529 - Demak menaklukkan Madiun.
- Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
 
- 1530 - Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
- Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Balambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
- Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
- Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
 
- 1536 - Serangan besar Portugis terhadap Johore.
- Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
- Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis activity, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
 
- 1537 - Serangan Aceh atas Melaka gagal. Salahuddin dari Aceh digantikan oleh Alaudin Riayat Syah I.
 
- 1539 - Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
 
- 1540 - Portugis berhubungan dengan Gowa.
- Kesultanan Butung didirikan.
 
- 1545 - Demak menaklukkan Malang.Gowa membangun benteng di Ujung Pandang.
 
- 1546 - Demak menyerang Balambangan namun gagal.
- Trenggono dari Demak meninggal dan digantikan oleh Prawata. Menantunya, Joko Tingkir memperluas pengaruhnya dari Pajang (dekat Sukoharjo sekarang).
- St. Fransiskus Xaverius pergi ke Morotai, Ambon, dan Ternate.
 
- 1547 - Aceh menyerang Melaka.
 
- 1550 - Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
 
- 1551 - Johore menyerang Portugis Melaka dengan bantuan dari Jepara.
- Pasukan-pasukan dari Ternate menguasai Kesultanan Jailolo di Halmahera dengan bantuan Portugis.
 
- 1552 - Hasanuddin memisahkan diri dari Demak dan mendirikan Kesultanan Banten, lalu merebut Lampung untuk Kesultanan yang baru.
- Aceh mengirim duta ke Sultan Ottoman di Istanbul.
 
- 1558 - Leiliato memimpin suatu pasukan dari Ternate untuk menyerang Portugis di Hitu.
- Portugis membangun benteng di Bacan.
- Ki Ageng Pemanahan menerima distrik Mataram dari Joko Tinggir, memerintah di Pajang.
- Wabah cacar di Ternate.
 
- 1559 - Para misionaris Portugis mendarat di Timor. Khairun menjadi Sultan Ternate.
 
- 1560 - Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
- Spanyol mendirikan pos di Manado.
 
- 1561 - Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
- Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
 
- 1564 - Wabah cacar di Ambon.
 
- 1565 - Aceh menyerang Johore.
- Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
 
- 1566 - Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
 
- 1568 - Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
 
- 1569 - Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
 
- 1570 - Aceh menyerang Johore lagi, namun gagal.
- Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen Portugis dicurigai melakukannya. Babullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
- Maulana Yusup menjadi Sultan Banten.
 
- 1571 - Alaudin Riayet Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
 
- 1574 - Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
 
- 1575 - Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
 
- 1576 - Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
 
- 1577 - Ki Ageng Pemanahan mendirikan Kota Gede (dekat Yogyakarta sekarang).
 
- 1579 - Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
- November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
 
- 1580 - Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
- Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
- Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
- Ternate menguasai Butung.
 
- 1581 - Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
 
- 1584 - Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
 
- 1585 - Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
- Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
 
- 1587 - Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
- Portugis di Melaka menyerang Johore.
- Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
- Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
 
- 1588 - Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
 
- 1590 - Desa asli Medan didirikan.
 
- 1591 - Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
- Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
- Ternate menyerang Portugis di Ambon.
 
- 1593 - Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
 
- 1595 - 2 April, ekspedisi Belanda di bawah De Houtman berangkat ke Hindia Belanda.
- Suriansyah menjadikan Banjar di Kalimantan sebuah Kesultanan (belakangan Banjarmasin).
- Portugis membangun benteng di Ende, Flores.
 
[sunting] Kolonisasi VOC
Mulai tahun 1602  Belanda  secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah  Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan  kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak  terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal  hingga 1975  ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor  Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali  untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda  dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda  mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan  kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian  orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian  setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung  oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan  Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie  atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan  aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602.  Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan  rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan  dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil  rempah-rempah, dan terhadap orang-orang  non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.  Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala  kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi  hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut  dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan  pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan  bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram  dan Banten.
[sunting] Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad  ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford  Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada  tahun 1816.  Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah  tahun 1830  sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel  dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem  ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi  permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll.  Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa  kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun  yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan  dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901  pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik  Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk  investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi,  dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van  Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial  secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan  fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
[sunting] Gerakan nasionalisme
Pada 1905  gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan  kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi  Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan  langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari  kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang  beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang  dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang  pertama, Soekarno.
[sunting] Perang Dunia II
Pada Mei 1940,  awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.  Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor  untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan  untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan  Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di  bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk  mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang  terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
[sunting] Pendudukan Jepang
|  | Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan Sukarno dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia | 
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan  kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan  jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno,  Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari  Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang  di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan  status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap  penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,  terlibat perbudakan  seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran  Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan  Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo  membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan;  sementara itu Muhammad Yamin  mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak,  Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah  Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman  Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam  untuk bertemu Marsekal Terauchi.  Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi  Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
[sunting] Era kemerdekaan
[sunting] Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk  membuat keputusan seperti itu pada 16  Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya.  Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara  pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya  langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)  melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan  konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk  Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga  pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan  baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri  dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan  (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa  Barat, Jawa Tengah, Jawa  Timur, Sulawesi, Maluku  (termasuk Papua)  dan Nusa Tenggara.
[sunting] Perang kemerdekaan
Dari 1945  hingga 1949,  persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan,  melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda  tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk  membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat.  Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota  kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27  Desember 1949  (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun  peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada  pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60  PBB.
[sunting] Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem  parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab  kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada  partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga  koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih  memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila  sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau  undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam  takluk kepada hukum Islam.Demokrasi  Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan  legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan  dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan  menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.  Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
[sunting] Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatera,  Sulawesi,  Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah  kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem  parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika  Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali  konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan  presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang  otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga  menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan  yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang  menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni  Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa  Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan  fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an,  Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan  kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di  dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di  luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah  menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di  negara-negara lainnya.
[sunting] Nasib Irian Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan  terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah  menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1  Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut  dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat  di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran  antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962  Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan  rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962,  dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
[sunting] Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia  dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial"  untuk mempermudah rencana komersial Inggris  di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap  akan memperluas pengaruh imperialisme  negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara  Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia.  Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan  Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden  Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan  PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan  mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO)  sebagai tandingan PBB dan GANEFO  sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini  kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia  (yang dibantu oleh Inggris).
[sunting] Gerakan 30 September
Hingga 1965,  PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno  untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari  Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para  petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya  dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana  yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat  itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik  melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih  kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis  kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai  setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
[sunting] Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang  dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi.  Indonesia pada tanggal 19  September 1966  mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama  dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan  menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28  September 1966,  tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968,  MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai  presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada  tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan  secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari  jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru  memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan  menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi  militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama  masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian  sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi  yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang  kelaparan  dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an  dan 1980-an.  Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui  korupsi yang merajalela.
[sunting] Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari PBB,  pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan  Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah  Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia.  Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia.  Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan  kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia  menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun  berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang  lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit  yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.
[sunting] Timor Timur
Dari 1596  hingga 1975,  Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal  sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir  utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian  politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari  Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin,  sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa  paham Marxisme,  dan UDT,  menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi  untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam  sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan  material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia,  berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan  cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur —  melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak  pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam  wilayah Indonesia.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri  dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB.  Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih  untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak  militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti  merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang  mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi  PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur  sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai  negara Timor Leste.
[sunting] Krisis ekonomi
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi  Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai  kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan  harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah  jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para  demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran  diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta  ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto  mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa  bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga  Indonesia.
[sunting] Era reformasi
[sunting] Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas  pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan  komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga  membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan  berpendapat dan kegiatan organisasi.
[sunting] Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri  Soekarno, Megawati Sukarnoputri  keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34%  dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto -  sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh  22%; Partai Persatuan Pembangunan  pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan  Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada  Oktober 1999,  MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai  wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet  pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada  awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada  Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan  perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping  ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga  menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku,  dan Papua.  Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang  tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para  militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah  kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan  menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan  politik yang meluap-luap.
[sunting] Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid  memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29  Januari 2001,  ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan  diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah  tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam  pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan  kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati  mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa  pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.
[sunting] Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004,  pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil  sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa  kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias  pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi  lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17  Juli 2005,  sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah  Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik  berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.


 Artikel utama untuk bagian ini adalah:
Artikel utama untuk bagian ini adalah: 


 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar